Setelah Tsunami Aceh 2004, Pemerintah Republik Indonesia bekerjasama dengan 14 negara donor serta institusi dalam dan luar negeri (diantaranya ; UNESCO, CTBTO, America, French, Japan, German, China) bersama-sama untuk membangun sistem baru peringatan dini tsunami atau Tsunami Early Warning System (TEWS). Tujuannya untuk mengurangi korban jiwa lebih besar diakibatkan oleh bahaya tsunami. Mulai tahun 2005 untuk mewujudkan program tersebut akan diinstalasi sekitar 160 seismograf, 500 akselerograf, dan 15 digital strong-motion akselerograf.
Pada tahun 2010 BMG berganti nama menjadi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Operasional monitoring seismik seluruh wilayah Indonesia dikembangkan menjadi 10 PGR. Sedangkan untuk observasi muka laut BPPT dan RISTEK sebagai mitra kerja dalam negeri BMKG bertugas menangani operasional 60 tide gauge, dan 15 Dart-Buoy, secara berurutan disebar ke seluruh wilayah Indonesia. Telekomunikasi yang digunakan adalah 5 in 1 terdiri dari ; internet (web, mail), sms and mobile-phone, radio-internet, faximile, telepon. Oleh karenanya penentuan parameter gempabumi bumi disertai diseminasi peringatan gempabumi dan tsunami sekarang ini bisa dicapai dalam tempo 5 – 10 menit ke tangan pengguna.
Mulai tahun 2006, BMKG mengadopsi software analisa SeiscomP dari GFZ Jerman untuk menentukan parameter gempabumi. Hal ini adalah bentuk implementasi kerjasama bilateral Indonesia – Jerman. Institusi yang terbentuk adalah GITEWS (German Indonesia - Tsunami Early Warning System). Tahun 2007, China tidak mau ketinggalan untuk berkecimpung dalam Ina-TEWS, software analisa epicentre MSDP CEA di-instalasi untuk membandingkan hasil analisa SeiscomP pada saat penentuan lokasi pusat gempa.
Pembangunan Ina-TEWS secara masif diteruskan, sejak 2006 sampai 2008, BMKG terus mengusulkan penambahan sensor seismograf untuk melengkapi sebaran pusat gempabumi di daerah-daerah rawan tektonik. Pembangunan itu meliputi satu pusat nasional, 10 pusat regional, 160 seismometer broadband, dan 500 akselerometer
CTBT mempunyai beberapa jenis jaringan seismik di dunia, yaitu : sistem primary dan auxiliary. Sistem primary terdiri dari 50 stasiun, 30 stasiun array, 19 stasiun 3-komponen. Sistem auxiliary terdiri dari 120 stasiun, 7 stasiun array, 112 stasiun 3-komponen. Jaringan stasiun seismograf auxiliary CTBT, 6 stasiun berada di Indonesia yaitu : Kappang, Parapat, Lembang, Kupang, Sorong dan Jayapura.
GITEWS secara bertahap membangun sistem peringatan tsunami berbasis database pemodelan tsunami yang diverifikasi dengan observasi permukaan air laut. Sistem yang rencananya diluncurkan tahun 2010 dinamakan DSS (Decision Support System) bertujuan untuk membantu operator gempabumi untuk menentukan keputusan peringatan tsunami. DSS memilah-milah segmen pantai tingkat kecamatan menurut tingkatan peringatan (mayor, tsunami, saran)
berdasarkan nilai perkiraan ketinggian tsunami, kecepatan waktu tiba, dan proporsi populasi geografis di tiap segmen pantai rawan tsunami.
Berdasarkan informasi detil peringatan tsunami yang disampaikan tersebut, pemerintah daerah di daerah bencana tersebut akan mampu memutuskan tindakan mitigasi yang diperlukan, misalkan ; evakuasi total, sebagian atau hanya waspada. Informasi diteruskan oleh pemda ke masyarakat melalui sirine atau alat telekomunikasi setempat.
Sekalipun jumlah jaringan seismik BMKG telah mengalami peningkatan cukup siginifikan dari tahun-tahun sebelumnya, namun hal itu masih sangat dirasakan kurang dibandingkan dengan luas daerah Indonesia dengan aktifitas gempabumi yang tinggi, karenanya dilakukan kerjasama dengan jaringan seismograf luar negeri agar bisa menambah dan saling bertukar data gempa. Saat ini BMKG baru dapat menerima data seismik yang real time dari Australia, Malaysia dan beberapa jaringan seismik internasional seperti Geofon dan IRIS.
IRIS (Incorporated Reserach Institutions for Seismology) http://www.iris.edu/hq/ adalah suatu konsorsium nasional negara-negara Eropa dalam pengoperasian fasilitas ilmiah, manajemen dan distribusi data seismik global. IRIS telah berperan besar dalam rangka memajukan infrastruktur dan penelitian ilmiah tentang bencana gempabumi, eksplorasi sumber daya alam, dan monitoring percobaan ledakan nuklir, melalui jaringan nasional dan internasional seismik GSN (Global Seismografic Network), IRIS PASSCAL, dan IRIS DMS. IRIS telah melakukan hubungan kemitraan dan kolaborasi dengan hampir seluruh negara di dunia dengan membantu pengembangan infrastruktur teknis, dan kapasitas SDM.
Aktifitas USGS (United States of Geological Surveys) http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/recenteqsww/ disamping memantau aktifitas getaran gempabumi yang terjadi di negara-negara bagian Amerika, namun juga di dunia lainnya. Perjanjian kerjasama dan kontrak kerja USGS dalam hal studi gempabumi bumi diterapkan melalui program hibah dengan pihak perguruan tinggi, negara, regional dan lokal instansi pemerintah, swasta dan industri yang bertujuan untuk mengembangkan informasi, pengetahuan, dan metode yang relevan dalam program bencana gempabumi. Data dan produk USGS beberapa diantaranya dapat diakses melalui internet seperti katalog gempa, waveform data, data bahaya gempa, getaran tanah, dan informasi kerak bumi.
BMKG bekerjasama juga dengan organisasi PBB yang membidangi pengawasan percobaan senjata nuklir yaitu CTBTO (Commision Nuclear Test-Ban Treaty Organization) dalam hal pertukaran data gempabumi dengan pengawasan IDC (International Data Centre) untuk keperluan sistem peringatan dini tsunami Indonesia. Saat ini CTBT sedang mengembangkan teknologi untuk memonitor ledakan nuklir dengan menggunakan metode seismik, infrasound, hydroakustic dan radiasi nuklir. Data Hydroakustik sangat berguna untuk tujuan penelitian seperti perambatan retakan. Data seismik tambahan dapat diminta untuk akses data real time.
CTBT mempunyai beberapa jenis jaringan seismik di dunia, yaitu : sistem primary dan auxiliary. Sistem primary terdiri dari 50 stasiun, 30 stasiun array, 19 stasiun 3-komponen. Sistem auxiliary terdiri dari 120 stasiun, 7 stasiun array, 112 stasiun 3-komponen. Jaringan stasiun seismograf auxiliary CTBT, 6 stasiun berada di Indonesia yaitu : Kappang, Parapat, Lembang, Kupang, Sorong dan Jayapura.