Tampilkan postingan dengan label Daerah bayangan antara gelombang P dan S. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Daerah bayangan antara gelombang P dan S. Tampilkan semua postingan

Jumat, 21 Januari 2011

Pengenalan Metode W Phase

Metode W-phase adalah metode inversi penentuan mekanisme sumber gempa dengan memanfaatkan fase gelombang W-phase yang terekam pada seismograf yang berjarak cukup jauh dari sumber gempa (Kanamori, 1993). Istilah W-phase diperkenalkan oleh Kanamori untuk menamakan fase gelombang yang datang setelah gelombang P dan sebelum gelombang S. Fase gelombang ini teridentifikasi dengan jelas pada seismograf yang berjarak cukup jauh dari sumber gempa, yaitu seismograf regional dan global. W-phase pertama kali digunakan untuk menganalisis mekanisme sumber gempa dari gempa pembangkit tsunami Nicaragua 1992 yang dikategorikan sebagai tsunami earthquake. Metode ini berhasil dimanfaatkan dengan baik untuk menganalisis mekanisme sumber gempa untuk keperluan sistem peringatan dini tsunami antara lain di Japan Meteorological Agency (JMA) dan Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) (Kanamori dan Rivera, 2008; Rivera dan Kanamori, 2009; Rivera, Kanamori dan Duputel, 2010).

Gambar 1. Contoh rekaman asli sinyal broadband gempa beramplitude terjepit (di luar skala) dan dekonvolusi domain frekwensi (rekaman kedua dari atas) serta filter berulang dekonvolusi domain waktu dan perbesarannya (rekaman ketiga dan keempat). Dengan dekonvolusi domain frekwensi, amplitude terhimpit yang dihasilkan oleh W phase menjadi tidak dapat digunakan. Dekonvolusi domain waktu diproses dari masing-masing titik, dan amplitude terjepit dari W phase tersebut dapat ditutupi (Kanamori, dan Rivera, 2008).



Gambar 2. Inversi dari W phase gempa Bengkulu 2007 menunjukkan  mekanisme sesar gempa, th ,td ,Mw yang hampir samauntuk PDE (parameter awal dari CMT), centroid optimum, GCMT, dan CMT (Kanamori, dan Rivera, 2008

Luaran dari penerapan metode W-phase ini adalah berupa mekanisme sumber gempa, magnitudo monen (Mw), setengah durasi (th), dan centroid delay (td). Gambar 2 menunjukkan contoh hasil penerapan metode W-phase untuk gempa Bengkulu 2007. Dalam penelitian ini metode W-phase ini akan diterapkan untuk menganalisis mekanisme sumber gempa 30 gempa pembangkit tsunami yang terjadi pada kurun waktu 1990 – 2010. Data seismograf yang digunakan berasal dari jaringan seismograf regional Ina-TEWS dan jaringan seismograf global IRIS. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gempa pembangkit tsunami di Indonesia terdiri dari jenis utama, yaitu: (1) jenis gempa pembangkit tsunami yang umum (tsunamigenic earthquake), dan (2) jenis gempa pembangkit tsunami lainnya (tsunami earthquake). Contoh tsunami-tsunami yang dibangkitkan oleh gempa jenis tsunamigenic earthquake antara lain adalah tsunami Biak 1996 dan tsunami Aceh 2004 (Ammon et al., 2005). Sedangkan contoh tsunami-tsunami yang dibangkitkan oleh gempa jenis tsunami earthquake antara lain adalah tsunami Banyuwangi 1994 dan tsunami Pangandaran 2006 (Fujii dan Satake, 2006). Analisis mekanisme sumber gempa dari 28 gempa pembangkit tsunami yang dilakukan pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang karakteristik gempa-gempa pembangkit tsunami di Indonesia. Dalam inversi W phase, point source dianggap telah dikerjakan oleh Harvard Global Centroid Moment Tensor (CMT) atau disebut centroid location. Point source mempunyai waktu yang berbeda-beda sesuai waktu asalnya. Jika keduanya diketahui, maka inversi menjadi linier terhadap elemen momen tensor Mij. Sensor yang digunakan adalah komponen Z. Untuk menghitung , pertama kali dihitung respon step function atau Green’s function untuk unit elemen momen tensor dengan source time function (moment rate function) dan memakai bandpass filter. Inversi dikerjakan dengan menggunakan metode Least-squares untuk 6 elemen momen tensor. Untuk sumber yang tidak mempunyai perubahan volume, bisa dibuat penyederhanaan, misalkan M33=-(M11+M22), sehingga menjadi 5 elemen untuk persamaan


Diasumsikan bahwa lokasi pusat (centroid location) dan fungsi waktu sumber (source time function) dapat diketahui. Jika mengikuti GCMT menggunakan fungsi sumber triangular maka ditemukan dua parameter kunci yaitu setengah durasi th (half duration) dan waktu tunda pusat td (centroid delay) untuk menggambarkan fungsi momen rata-rata (moment rate function). Paruh durasi adalah separuh lebar fungsi momen rata-rata triangular, dan centroid delay adalah posisi sementara penentuan lokasi epicentre dengan menggunakan metode tiga lingkaran dihitung dari waktu sumber (origin time). Untuk inversi W phase hanya diperlukan komponen vertikal Green’s function, tetapi untuk tujuan umum tetap menggunakan seluruh komponen pergeseran untuk mendapatkan 6 elemen momen tensor. Oleh karena itu pertama kali dihitung adalah 18 Green’s function untuk masing-masing stasiun, kemudian berikutnya akan dikurangi berdasarkan masalah simetri berdasarkan ketentuan Dziewonski (1981).Untuk suatu kedalaman dan jarak yang diberikan, dianggap stasiun di titik P berlokasi di utara sumber (azimut =0). Hanya 10 dari 18 yang tidak bernilai nol. Koordinat sistem sama seperti yang digunakan Harvard Global CMT untuk komponen vertikal, selatan, dan timur. Komponen pergeseran k mengarah pada sumber Mlm = 1, oleh uk(t,l,m), sehingga menjadi nilai pergeseran dari tiga komponen di titik P.

PUSTAKA

Abe K, (1981) : A new scale of tsunami magnitudo, Mt,, Tsunamis – Their Science and Engineering, edited by K. Iida and T. Iwasaki, 91-101.
Afnimar, Seismologi, Penerbit ITB, 2009.
Ammon CJ, Kanamori H, Lay T, dan Velasco AA, (2006) : The 17 July 2006 Java tsunami earthquake, Geophys Res Lett, 200233:24, doi:10.1029/2006GL028005.
Bilek SL., dan Lay T., (2002) : Tsunami Earthquake possibly widespread manifestation of frictional conditional stability, Geophys Res Lett Vol. 29, No. 14, 10.1029/2002GL015215,
Duputel, Z., Rivera, L., Kanamori, H., Weinstein, S., Hirshorn3, B., dan Vindell3, H., The W-Phase and PTWC’s sesponse to the Mw 8.8 Chile earthquake of February 27, 2010, (2010) : Institut de Physique du Globe de Strasbourg, UMR 7516 CNRS and UdS/EOST, Strasbourg, France, Seismological Laboratory, California Institute Of Technology, Pasadena, CA, USA, NOAA NWS Pacific Tsunami Warning, Ewa Beach, HI, USA.
Fujii Y, dan Satake K, (2006) : Source of the July 2006 West Java tsunami estimated from tide gauge records, Geophysical Research Letters, Vol. 33, L24317, doi:10.1029/2006GL028049, 2006.
Fukao Y, (1979) : Tsunami earthquakes and subduction processes near deep-sea trenches, J. Geophys. Res., 84, 2303-2314, 1979.
Hamilton W, (1979) : Tectonics of the Indonesian region, Geological Survey Profesional Survey, 1078
Hayes, G., Rivera, L., dan Kanamori, H., (2009) : Version of the W-phase : Realtime implementation and extension to low magnitudes, Seismological Research Letters, Vol. 80, No. 5, October 2009.
Handayani T, (2009) : W phase analysis for tsunami warning (Master Thesist), GRIPS, BRI, IISEE, Tsukuba Japan.
Kanamori H, (1993) : W phase, Geophys Res Lett 20:1691-1694.
Kanamori H, (1972) : Mechanism of tsunami earthquakes, Phys. Earth Planet. Inter., 6, 346-359, 1972.
Kanamori H, dan Given JW, (1981) : Use of long-period surface waves for fast determination of earthquake source parameters, Phys. Earth Planet. Inter., 27, 8-31.
Kanamori H, dan Kikuchi M, (1993) : The 1992 Nicaragua earthquake : A slow tsunami earthquake associated with subducted sediments, Nature 361, 714-716.
Kanamori H, dan Rivera L, (2008) : Source inversion of W phase : speeding up seismic tsunami warning, Geophys. J. Int. (2008) : 175, 222 – 238.
Kanjo, K., Furudate, T., Tsuboi, S., (2006) : Application of Mwp to the Great December 26, 2004, Sumatra Earthquake, Earth Planets Space, 58, 121-126
Latief, H., Puspito, N., dan Imamura, F., (2000) : Tsunami catalog and zones in Indonesia, Journal of Natural Disaster Science, Vol 22, Number 1, 2000, pp25-43.
Lomax A, Michelini A, dan Piatanesi A, (2007) : An energy-duration procedure for rapid determination of earthquake magnitudo and tsunamigenic potential, Geophys J Int., 170, 1195-1209.
Polet J, dan Kanamori H, (2007) : Tsunami earthquake, Encyclopedy of Complexity and Systems Science, Springer-Verlag 2009, 10.1007/978-0-387-30440-3_567, Robert A. Meyers.
Polet J, dan Kanamori H, (2000) : Shallow subduction zone earthquake and their tsunamigenic potential, Geopys J Int 142:684-702.doi:10.1046/j.1365-246x.2000.00205.x.
Pribadi, S., (2007) : A Prototype of Tsunami Data Base for Bengkulu Tsunami 1833, Master Thesist, IISEE, Tsukuba, Japan.
Rivera L, dan Kanamori H, Using w phase for regional tsunami warning and rapid earthquake hazard assessment, Int., Workshop on Earthquake Early Warning, Kyoto, Japan (Pers. Comm.).
Rivera L, Kanamori H, dan Duputel, Z., (2010) : The potential of the W phase algorithm for regional tsunami warning in Chile, Seismological Laboratory, Caltech, Pasadena, CA, USA, Institut de Physique du Globe de Strasbourg, CNRS and Universit ´e de Strasbourg, Strasbourg, France.
Suitsugu D, (1997) : Source Mechanism Practice, Institute for Research onEarth Evolution (IFREE) : Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology (JAMSTEC).

Kamis, 18 November 2010

Gelombang gempa

Gelombang seismik adalah gelombang elastik gempabumi yang menjalar ke seluruh bagian dalam bumi dan melalui permukaan bumi, akibat adanya lapisan batuan yang patah secara tiba – tiba atau adanya suatu ledakan. Dapat juga dianalogikan sebagai gelombang yang menjalar seperti pada suatu kolam air yang dijatuhkan di atasnya sebutir batu. Air mengalami gangguan dan gelombangnya terpancar keluar dari pusat awalnya mencapai jarak terjauh kolam. Akan tetapi partikel air yang terganggu tersebut tak bergeser dalam arah pergerakan gelombang.

Gelombang utama gempabumi bumi terdiri dari dua tipe yaitu gelombang bodi (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave). Gelombang seismik merambat dalam lapisan bumi sesuai dengan prinsip yang berlaku pada perambatan gelombang cahaya: pembiasan dengan koefisien bias, pemantulan dengan koefisien pantul, hukum-hukum Fermat, Huygens, Snellius dan lain-lain.

Gelombang bodi menjalar melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar ke segala arah di dalam bumi. Gelombang bodi terdiri atas gelombang primer dan gelombang sekunder. Gelombang primer P merupakan gelombang longitudinal atau gelombang kompresional, gerakan partikelnya sejajar dengan arah perambatannya. Sedang gelombang sekunder S merupakan gelombang transversal atau shear, gerakan partikelnya terletak pada suatu bidang yang tegak lurus dengan arah penjalarannya. Kecepatan gelombang P lebih tinggi dari gelombang S.

Gelombang S terdiri dari dua komponen, yaitu gelombang SH dengan gerakan partikel horizontal dan gelombang SV dengan gerakan partikel vertikal. Gelombang P mampu menembus lapisan inti bumi sedangkan gelombang S tidak bisa dikarenakan sifatnya yang tak bisa menembus media cair pada inti bumi.

Sifat penjalaran gelombang P yang langsung adalah bahwa gelombang ini akan menjadi hilang pada jarak lebih besar dari 130º, dan tidak terlihat sampai dengan jarak kurang dari 140º. Hal tersebut disebabkan karena adanya inti bumi. Gelombang langsung P akan menyinggung permukaan inti bumi pada jarak 103º dan pada jarak yang akan mengenai inti bumi pada jarak 144º. Gelombang P akan timbul kembali yaitu gelombang yang menembus inti bumi dengan dua kali mengalami refraksi. Menghilangnya gelombang P pada jarak 103º memungkinkan untuk menghitung kedalaman lapisan inti bumi.

Guttenberg (1913) mendapatkan kedalaman inti bumi 2900 km. Telah didapatkan pula bahwa batas mantel dengan inti bumi merupakan suatu diskontinuitas yang tajam. Daerah antara 103º - 144º disebut sebagai Shadow zone, walaupun sebenarnya fase yang lemah dapat pula terlihat di daerah ini.

Walaupun gelombang bodi dapat menjalar ke segala arah di permukaan bumi, namun tetap tidak dapat menembus inti bumi sebagai gelombang transversal. Keadaan ini membuktikan bahwa inti luar bumi berupa fluida. Untuk penelitian tetap diasumsikan keadaan homogen, yaitu bagian luar bumi dan inti bumi (dua media homogen yang berbeda).

Kadang – kadang juga ditemui suatu fase yang kuat di daerah Shadow zone sampai ke jarak kurang lebih 110º. Karena adanya fase inilah pada tahun 1930 ditemukan media lain yaitu inti dalam. Batas dari inti dalam ini terdapat pada kedalaman 5100 km . Diperkirakan kecepatan gelombang seismik di inti dalam lebih tinggi dari pada di inti luar. Untuk membedakan dan identifikasi, maka perlu pemberian nama untuk gelombang seismik yang melalui inti bumi luar dan dalam.


Gelombang permukaan (surface) merupakan gelombang elastik yang menjalar sepanjang permukaan bumi dan biasa disebut sebagai tide waves. Karena gelombang ini terikat harus menjalar melalui suatu lapisan atau permukaan. Gelombang permukaan terdiri dari gelombang Love (L) dan Rayleigh (R) yang menjalar melalui permukaan bebas dari bumi.

Gelombang L gerakan partikelnya sama dengan gelombang SH dan memerlukan media yang berlapis. Gelombang R lintasan gerak partikelnya merupakan suatu ellips. Bidang ellips ini vertikal dan berimpit dengan arah penjalarannya. Gerakan partikelnya ke belakang (bawah maju atas mundur). Gelombang R menjalar melalui permukaan media yang homogen.

Gelombang Stonely, arah penjalarannya seperti gelombang R tetapi menjalar melalui batas antara dua lapisan di dalam bumi. Gelombang Channel, yaitu gelombang yang menjalar melalui lapisan yang berkecepatan rendah (low velocity layer) di dalam bumi.

Gelombang Love dan Rayleigh ada juga yang memberi simbul LQ dan LR dimana L singkatan dari Long karena gelombang permukaan mempunyai sifat periode panjang dan Q adalah singkatan dari Querwellen yaitu nama lain dari Love seorang Jerman yang menemukan gelombang ini.

Gelombang LQ dan LR menjalar sepanjang permukaan bebas dari bumi atau lapisan batas diskontinuitas antara kerak dan mantel bumi. Amplitude gelombang LQ dan LR adalah yang terbesar pada permukaan dan mengecil secara eksponensial terhadap kedalaman. Dengan demikian pada gempa-gempabumi dangkal amplitude gelombang LQ dan LR akan mendominasi.

Dari hasil pengamatan gelombang permukaan ini diperoleh dua ketentuan utama baru yang menunjukkan bahwa bagian bumi berlapis-lapis dan tidak homogen. Ditemukan juga adanya perubahan dispersi kecepatan (velocity dispersion). Fakta menyebutkan bahwa gelombang L tidak dapat menjalar pada permukaan suatu media yang kecepatannya naik terhadap kedalaman. Oleh karena itu gelombang L dan R tidak datang bersama-sama pada suatu stasiun, tetapi gelombang yang mempunyai periode lebih panjang akan datang lebih dahulu. Dengan kata lain gelombang yang panjang periodenya mempunyai kecepatan yang tinggi.

Laman